Cari Blog Ini

Selasa, 14 Juni 2011

laporan limnologi

I.                   PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Permukaan bumi terdiri atas daratan dan perairan, antara dua komponen ini perairan merupakan yang paling besar menutupi permukaan bumi. Perairan terdiri atas perairan laut dan perairan darat. Pada perairan darat terdapat dua jenis yaitu perairan tertutup dan perairan terbuka. Pada perairan tertutup (lentik) aliran air yang masuk ke dalam perairan ini tidak pergi kemana-mana atau menetap pada daerah tersebut misalnya danau, rawa dan lain-lain. Sedangkan pada perairan terbuka (lotik) air, dapat mengalir ke mana-mana sehingga menandakan bahwa air ini dapat digunakan alat transportasi bagi sebagian masyarakat.
Sungai mendapat masukan dari semua buangan yang berasal dari daerah yang ada disekitarnya. Karena adanya kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat baik dibidang pertanian, perikanan, pertambangan dan perindustrian akan mengakibatkan terjadi perubahan pada parameter kualitas air baik faktor fisika, kimia dan biologi di dalam perairan.perubahan ini dapat menghabiskan bahan-bahan yang esesial dalam perairan sehingga dapat mengganggu ekosistem yang terdapat di dalamnya.
Keberadaan sungai menjadikannya penting bagi masyarakat, misalnya sebagai tempat wisata alam, tempat budidaya ikan, sebagai sumber air irigasi dan lain-lain. Sungai Moramo dikenal sebagai tempat yang strategis bagi masyarakat yang hidup di sepanjang sungai ini, dimana sungai ini dikenal sebagai tempat objek wisata alam, dan sering juga menjadi tempat penelitian bagi pelajar.
1.2    Tujuan dan Manfaat
Praktek lapang ini bertujuan mengetahui kualitas air Sungai Moramo ditinjau dari parameter Fisika (Suhu, Kedalaman, Kecerahan, TSS, TDS, dan Kecepatan Arus), Parameter Kimia (DO, BOD, Nitrat, serta Fosfat). Dan Parameter Biologi. ( Kelimpahan, Keseragaman, Keanekaragaman dan Dominasi).
Manfaat dari praktek lapang ini yaitu untuk menambah  wawasan dan Pengetahuan tentang cara menghitung kualitas suatu perairan menggunakan parameter Fisika, (Suhu, Kedalaman, Kecerahan, TSS, TDS, dan Kecepatan Arus), Parameter Kimia (DO, BOD, Nitrat, serta Fosfat). Dan Parameter Biologi. ( Kelimpahan, Keseragaman, Keanekaragaman dan Dominasi), denngan baik.
              
II.                TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Sungai.
Pada umunya, perbedaan antara aliran air (sungai) denga air tergenang  (kolam) terkait dengan tiga kondisi (Odum, 1988), yaitu (1) arus adalah faktor yang paling penting mengendalikan dan merupakan faktor pembatas di aliran air, (2) pertukaran air tanah relatif lebih ekstensif pada aliran air yang menghasilkan ekosistem yang lebih ‘terbuka’ dan suatu metabolisme tipe komunitas ‘heterotropik’, dan (3) tekanan oksigen biasanya lebih merata dalam aliran air, dan stratifikasi suhu maupun kimiawi tidak ada atau dapat diabaikan.     .
Air sungai selain berfungsi sebagai sumber kehidupan berfungsi pula sebagai saluran pembuangan untuk menampung air selokan kota dan air buangan dari areal pertanian. Pola hidup masyarakat di sepanjang sungai yang membuang sampah rumah tangga di sepanjang sungai banyak dijumpai. Akibat dari aktivitas tersebut menyebabkan air sungai menjadi keruh dan mengandung padatan total yang besar dan seringkali sudah tercemar oleh limbah industri, kota dan rumah tangga.
2.2  Faktor-Faktor Lingkungan
a)        Faktor Fisika
1.      Suhu
Pengukuran suhu perairan pada perairan dangkal dapat dilakukan dengan menggunakan termometer biasa (batang), karena pada perairan tersebut suhu air di permukaan hampir sama dengan suhu air di lapisan dasar permukaan (Anonim, 2007).
Suhu air mempengaruhi kandungan oksigen terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu, semakin kurang oksigen terlarut. Setiap kenaikan suhu 10C, membutuhkan kenaikan oksigen terlarut 10%.ga
2.      Kedalaman
Kedalaman perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya yang diterima dari bagian permukaan. Semakin dalam suatu perairan maka semakin berkurang penetrasi cahaya yang diterima, apabila faktor lain tidak berpengaruh (Odum, 1994).
Kedalaman suatu perairan merupakan salah satu faktor pembatas yang membatasi kecerahan. Pada perairan yang dalam dan jernih proses fotosintesis terjadi sampai kedalaman 200 m, sedangkan pada daerah tanaman air hanya dibatasi sampai kedalaman 15-20 meter. Kecerahan yang rendah bisa terjadi pada daerah berlumpur (Hutabarat dan Evan, 1985).
3.      Kecerahan
Kecerahan adalah tingkat intensitas cahaya  matahari yang masuk kedalam perairan.
Tujuan penentuan kecerahan perairan adalah untuk mengetahui ketebalan lapisan permukaan dimana masih terjadi proses asimilasi tumbuhan berhijau daun yang memberikan hasil positif. Alat yang digunakan adalah secchi disk yaitu sebuah keping bulat dengan penampang 20-25 cm (Anonim 2007).
Kekeruhan berbanding terbalik dengan kecerahan. Kedua parameter ini meruapakan suatu ukuran biasanaya cahaya dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi  dari suatu polutan, antara lain berupa bahan organik, anorganik, buangan industri, rumah tangga, budidaya perikanan dan lain sebagainya yang terkandung dalam perairan (Wardoyo, 1981 dalami Pangerang, 1994).
4.      Kecepatan Arus
Kecepatan arus dari suatu badan air  sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan air untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Kecepatan arus berperan dalam perkiraan pergerakan bahan  pencemar sebagai contoh pengetahuan akan kecepatan arus digunakan untuk memperkirakan kapan bahan pencemar mencapai suatu lokasi tertentu apabila bagian hulu suatu badan air mengalami pencemaran (Effendi, 2000).
Kecepatan arus sangat penting pengaruhnya terhadap komunitas perairan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Hal ini karena kecepatan arus menentukan keadaan habitat alamiah dari perairan (Suprapti, 1995).
5.      Total Padatan Tersuspensi (TSS).
Padatan tersuspensi terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan anorganik dan bahan organik (Peavy al, 1986).
Tingginya kadar padatan tersuspensi diperairan sungai disebabkan oleh tingginya pemamfaatan lahan, baik untuk perairan maupun pemukiman. Menurut sastrawijaya (1991) nilai TSS antara 50-100 mg/l merupakan perairan dalam kondisi tingkat kesuburan sedang.
6.      Total Padatan Terlarut (TDS)
Padatan terlarut (TDS) adalah singkatan dari Total Dissolved Solids . Setiap air  selalu mengandung partikel yang terlarut yang tidak tampak oleh mata, bisa berupa partikel padatan (seperti kandungan logam misal : Besi, Aluminium, Tembaga, Mangan dll) maupun partikel non padatan seperti mikro organisma dll (Anonim, 2011).
b)       Parameter Kimia
1.        Oksigen Terlarut (DO).
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air, kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan (Fardiaz, 1992).
Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanya 5 mg oksigen setiap liter air. Selebihnya tergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifannya, kehadiran penemar, suhu air dan sebagainya. Dalam air deras, biasanya oksigen tidak menjadi faktor pembatas. Dalam sungai yang jernih dan keras, kepekatan oksigen mencapai kejenuhan. Jika air berjalan lambat atau pencemar, maka oksigen kembali menjadi faktor pembatas (Sastrawijaya, 1991).
2.        BOD
Bod adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik. Jadi BOD menggambarkan suatu proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme yang terjadi di perairan (Anonim, 2007).
Pengujian BOD adalah pengujian yang paling umum dipergunakan di bidang pengolahan air limbah. Bila terdapat oksigen dalam jumlah yang cukup, maka pembusukan biologi secara aerobic dari limbah organik akan terus berlangsung sampai semua limbah terkonsumsi (Linsley, 1985).
3.        Derajat keasaman (pH).
Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimia yang menunjukkan konsentrasi ion organik pada perairan. Konsentrasi ion organik tersebut dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi di lingkungan perairan (Erikarianto, 2008).
Mackeret at al., (1989) dalam Effendi (2000) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas bisa mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin sedikit kadar karbondioksida bebas. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7–8,5. Proses biokimiawi perairan seperti nitrifikasi sangat dipengaruhi oleh nilai pH. Pada pH < 4 sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat mentoleransi pH yang rendah (Effendi, 2000).
4.        Nitrat
Nitrat murni (100%) merupakan cairan tak berwarna dengan berat jenis 1.522 kg/m³. Ia membeku pada suhu -42 °C, membentuk kristal-kristal putih, dan mendidih pada 83 °C. Ketika mendidih pada suhu kamar, terdapat dekomposisi (penguraian) sebagian dengan pembentukan nitrogen dioksida (Wekipedia, 2011).
5.        Fosfat
Fosfat atau fosfat adalah sebuah ion poliatomik atau radikal terdiri dari satu atom fosforus dan empat oksigen. Dalam bentuk ionik, fosfat membawa 1-3 muatan formal, dan dinotasikan PO43. Fosfat merupakan satu -satunya bahan galian (diluar air) yang mempunyai siklus, unsur fosfor di alam diserap oleh mahluk hidup, senyawa fosfat pada jaringan mahluk hidup yang telah mati terurai, kemudian terakumulasi dan terendapkan di lautan (Wekipedia, 2011).
c)        Parameter Biologi
1.        Plankton
Plankton adalah organisme renik hang pada umumnya melayang dalam air atau kemampuan renangnya sangat lemah sehingga pergerakannya sangat tergantung dari pergerakan air. Plankton dapat berupa tumbuhan atau fitoplankton maupun zooplankton (Nontji, 1987).
Berdasarkan daur hidupnya plankton dibagi menjadi dua kelompok yaitu holoplankton dan meroplankton. Holoplankton yaitu organisme akuatik yang seluruh daur hidupnya bersifat planktonik. Sedangkan meroplankton ialah organisme akuatik yang seluruh daur hidupnya bersifat planktonik (Sachlan, 1982).
Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan.  Salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan di perairan.  Oleh karena itu, kehadirannya di suatu perairan dapat menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan subur atau tidak.  Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologi. Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi antara faktor fisika-kimia perairan seperti intensitas cahaya, oksigen terlarut, stratifikasi suhu, dan ketersediaan unsur hara nitrogen dan fosfor, sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas pemangsaan oleh hewan, mortalitas alami, dan dekomposisi  (Yuliana, 2006).





III.    METODE PRAKTIKUM
3.1  Waktu dan Tempat
  Praktek limnologi dilaksanakan pada hari Sabtu, 13 Maret 2011 dan Pada pukul 07.00 sampai selesai. Praktek lapang dilakukan di Permandian Sumber Sari, sungai Moramo, Kab. Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
  Praktek pengamatan hasil dilaksanakan pada hari Kamis, 17 Maret 2010 puku16.00 WITA sampai selesai dan hari Sabtu, 20 Maret 2010 pukul 09.00 - 12.00 WITA. Praktek ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2  Alat dan Bahan
              Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktek Lapang dan Praktikum Laboratorium dapat di lihat pada Tabel 1 dan 2 berikut:
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan pada Praktikum Lapang
NO.
Alat Dan Bahan
Kegunaan
A.
Alat                  

1.
Botol yang Terang
Tempat sampel DO
2.
Botol yang Gelap
Tempat sampel BOD
3.
Botol sampel
Tempat sampel Plankton
4.
Secci disk
Alat untuk kecerahan
5.
Layangan Arus
Alat untuk mengukur arus
6.
Pipa
Alat untuk mengambil substrat
7.
Plankton net
Sebagai alat untuk mengambil plankton
8.
Ember
Untuk mengambil sampel air
9.
Termometer
Alat untuk mengukur suhu
B.
Bahan

1.
Larutan MnSO4
Sebagai bahan larutan
2.
Larutan lugol
Sebagai bahan larutan
3.
Sampel air
Sebagai bahan DO dan BOD
Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan pada Praktikum di Laboratorium
No.
Alat dan Bahan
Fungsi
A.
Alat

1.
Pipet
Alat untuk mengambil larutan
2.
Cawan
Tempat untuk menguapkan residu
3.
Kertas saring
Alat untuk menyaring sampel
4.
Gelas ukur
Mengukur pengambilan sampel
5.
Erlemeyer
Untuk mereaksikan sampel dengan larutan
6.
Preparat
Tempat pengamatan sampel plankton
7.
Kaca objek
Untuk pengamatan sampel plankton
8.
Buret
Untuk mengambil sampel
9.
Corong
Untuk memudahkan dalam proses penyaringan
B.
Bahan

1.
Larutan MnSO4
Standarisasi larutan tiosulfat
2.
Larutan Nat. Azida
Standarisasi larutan tiosulfat
3.
Larutan H2SO4
Sebagai bahan larutan
4
Larutan Kanji
Larutan Indikator
5.
Larutan Na2S2O4
Sebagai bahan larutan
6.
Sampel air DO
Sampel oksigen terlarut
7.
Sampel air BOD
Sebagai sampel BOD
8.
Larutan Natrium oxalat
standarisasi laritan tiosulfat
9.
Larutan KMnO4
Sampel pereaksi
10.
Substrat
Sebagai sampel bahan Organik
11.
Larutan Alkali-iodida Azida
Standarisasi larutan tiosulfat

3.3  Prosedur Kerja
3.3.1.     Parameter fisika
a)        Suhu
-          Memasukkan thermometer ke dalam air sungai dengan kedalaman tertentu selama selama  waktu tertentu pula.
-          Mengamati perubahan yang terjadi pada thermometer kemudian mencatat perubahan suhu.

b)       Kedalaman
-          Menyiapkan patok berskala dengan panjang 2 meter..
-          Menurunkan patok berskala hingga ke dasar perairan sungai.
-          Mencatat skala tersebut.
c)        Kecerahan
-          Menurunkan secchi disc sampai tidak nampak kemudian mencatat kedalamannya.
-          Menurunkan sedikit lagi hingga tidak nampak kemudian mengangkat secara perlahan sampai sechi disk tersebut tampak kemudian mencatat kedalamnnya.
d)       Kecepatan arus
-          Mengambil botol aqua dan mengikatnya dengan tali rafia dengan panjang 3 meter pada bagian ujung tutup botol.
-          Meletakkan botol tersebut di atas perairan sungai kemudian membiarkan sampai tali tersebut menjadi lurus setelah itu mencatat waktu saat tali rafia tersebut menjadi lurus.
e)        Total Zat Padat Tersuspensi (TSS)
-          Mengambil 100 ml sampel air.
-          Menyaring air dengan menggunakan kertas saring dalam gelas ukur.
-          Membiarkan air tersaring secara keseluruhan dan meninggalkan endapan
-          Setelah tersaring semua maka kerrtas saring tersebut di keringkan
-          Setelah itu, di timbang dan dicatat sebagai hasil pengamatan.

f)         Total Zat Terlarut dalam Air (TDS)
-          Mengambil 30 ml sampel air.
-          Menyaring air dengan menggunakan kertas saring dalam gelas ukur.
-          Membiarkan air tersaring secara keseluruhan
-          Mengambil air filtrat sebanyak 10 ml, kemudian dibuang, selanjutnya pada pengambilan 10 ml sampel air berikutnya, disimpan dalam cawan.
-          Menyimpan cawan yang terisi sampel air, kemudian keringkan
-          Menimbang cawan yang telah dikeringkan.
-          Mencatat hasil pengamatan.
3.3.2.          Parameter Kimia    
a)      Pengambilan sampel  di Lapangan
Ø  Air
-          Menyiapkan botol untuk penyimpanan sampel,
-          Masukkan botol sampel tersebut ke dalam perairan dan membuka penutupnya di dalam perairan juga,
-          Dan menutup botol tersebut pada saat masih di perairan.
Ø  Substrat
-          Menyiapkan pipa yang panjangnya bisa menyentuh dasar perairan
-          Memasukkan pipa tersebut ke dalam perairan
-          Mengambil substrat yang dapat dijangkau oleh pipa tersebut.



b)     DO dan BOD
-          Larutkan 1 mL MnSO4 ke dalam botol sampel DO dan BOD, kemudian  kocok
-          Setelah itu, larutkan 1 mL Natrium Azida ke dalam 2 botol tersebut, kemudian di kocok dan diamkan sampai mengendap
-          Setelah mengendap ke dalam 2 botol tersebut masing-masing dimasukan Larutan H2SO4 sebanyak 1 mL.
-          Kemudian mengambil sebanyak 50 mL DO dan BOD dan dituang ke dalam erlemeyer
-          Pada larutan DO dimasukkan Larutan indikator sampai ada perubahan warna, setelah ada perubahan warna kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O4 sampai berwarna bening.
-          Pada larutan BOD tidak lagi dilakukan campuran larutan indikator karna tidak terjadi perubahan warna, begitu pula dengan titrasi.
c)      Nitrat
-          Mengambil sampel ke dalam gelas ukur sebanyak 5 ml
-          Menambahkan NaCL sebanyak 1 ml kedalam gelas ukur
-          Menambahkan H2SO4  sebanyak 5 ml
-          Menambahkan larutan Blucin sebanyak 0,25 ml
-          Mengaduk  ke dalam alat mixer (proses pengadukan)
-          Memanaskan larutan selama 20 menit kemudian didinginkan
-          Mengukur panjang gelombang nitrat dengan spektrofotometer .
-          Mencatat hasil yang diperoleh dari hasil perhitungan.
d)     Fosfat
-          Mengambilo sampel kedalam gelas ukur sebanyak 5 ml
-          Menambahkan molipda monofaladat sebanyak 5 ml
-          Menambahkan aquades sampai skala menunjukkan 12,5 ml pada gelas ukur
-          Memasukkan kedalam gelas tabung
-          Mengukur panjang gelombang fosfat dengan spektrofotometer .
-          Mencatat hasil yang diperoleh.
-          Mengambil sebanyak 50 mL masukan ke dalam erlemeyer dan tambahkan 9,5 mL KmnO4
-          Tambahkan  10 mL asam sulfat. Kemudian panaskan dengan suhu 70o - 80o C dan didinginkan dengan suhu 600 - 700 C,
-          Setelah itu ditambahkan natrium oksidat sampai tak berwarna kemudian titrasi dengan KmnO4.
3.3.3. Parameter  Biologi
-          Mengambil sampel air sungai dengan menggunakan  ember 5 liter sebanyak   50 kali.
-          Menyaring samperl air tersebut dengan menggunakan plankton net.
-          Memasukkan sampel air tersebut di dalam tabung plankton net tadi ke dalam botol roll untuk dilakukan identifikasi di laboratorium.


3.4. Analisis Data
3.4.1.  Parameter Fisika
a)        Suhu
            Suhu diukur dengan menggunakan thermometer yang dilakukan di tempat pengamatan.
b)       Kedalaman
h (m) =  h1 + h2 + h3
                            3                          
Diketauhi :   h = jarak permukan perairan dengan dasar perairan
c)        Kecerahan
      Kecerahan =  Pembacaan secchi disk  x  100%
                                            kedalaman
d)       Kecepatan Arus
       Waktu rata-rata (t)  =   1 + t2 + t3     
                                                                 3
       Kecepatan Arus     = panjang tali rata-rata
                                         waktu rata-rata
e)        TSS
TSS =    x 1.000
Keterangan :
A   : Berat kertas + contoh (gr)
B   : Berat kertas (gr)
C   : Volume air contoh (ml)
f)         TDS
TDS =    x 1.000
Keterangan  : A : Berat cawan + contoh (gr)
                       B : Berat cawan (gr)
               C : Volume air contoh (ml)
3.4.2.  Parameter Kimia
a)        DO
DO = F1 x F2 x ml titrasi x 4
Keterangan : F1    : 1
                            F2    : 1,0135
b)        DO Inkubasi
DOinkubasi = F1 x F2  x ml titrasi x 4

Keterangan : F1    : 1
                            F2    : 1,0135
c)        BOD
BOD = DO - DOinkubasi
Keterangan :
DO  : DO dari contoh air setelah pengenceran dilakukan (mg/l)
DO­inkubasi : DO dari contoh air yang diencerkan setelah inkubasi selama   5 hari




d)       Nitrat
N =
Keterangan :
N :  (mg/l)
e)        Fosfat
Pmg/l  =  
3.4.3.  Parameter Biologi
a)      Kelimpahan
      Jenis plankton yang diperoleh pada perairan Sungai Pohara yaitu           Kelimpahan Plankton :
      Jumlah total individu =   Oi    x    Vr   x   1    x    n
                                              Op         Vp       Vs       P         
Keterangan :
                        Oi  =   Luas gelas penutup (mm2).
                        Op =   Luas 1 lapang pandang
                        Vr  =   Volume air yang tersaring dalam jaring plankton (ml)
               Vp                   =   Volume 1 tetes air contoh (ml)
               Vs =   Volume air yan tersaring (l)
               n    =   Jumlah spesies yang di dapat
               P    =   jumlah lapang pandang yang diamati

b)     Keanekaragaman
H’ = -
Keterangan :
ni   :  Jenis spesies yang didapat
N   :  Jumlah spesies yang didapat
c)      Keseragaman
E =
Keterangan :
H             :  Keanekaragaman
Hmax       :  ln N

d)     Dominansi
D =
                   Keterangan :
ni   :  Jenis spesies yang didapat
N   :  Jumlah spesies yang didapat



IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Gambaran Umum Lokasi
SPM_A0807
Gambar 1.  Sungai Moramo, Lokasi Pengamatan dan Pengambilan Sampel
Sungai Moramo merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Konawe Selatan yang memiliki areal yang cukup luas dan alirannya yang panjang, sungai ini termasuk dalam salah satu sungai besar yang melalui tiga Kabupaten di Sulawesi Tenggara. Yang banyak menyimpan berbagai potensi yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar terutama dibidang pertanian, yakni dapat membantu menggairi sawah masyarakat sekitar. Secara geografis batas-batas Sungai Moramo adalah sebagai berikut:
Ø  Sebelah Utara berbatasan dengan Kel. Lapuko
Ø  Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Laonti
Ø  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Kolono
Ø  Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sumber Sari
4.2    Hasil Pengamatan
     Hasil pengamatan pengukuran parameter Fisiska, Kimia dan Biologi Sungai Moramo dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengukuran Sifat Fisika, Kimia dan Biologi di Sungai   Moramo pada  praktikum ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
NO
PARAMETER
PENGUKURAN
STASIUN
I
II
III
IV
V
VI
1
FISIKA
SUHU
28
23
24
25
24
25
KEDALAMAN
154
193
115
160
128.7
126
KECERAHAN
1.44
11.41
10.81
13.63
56
79
KECEPATAN ARUS
1.4
0.1267
0.5
0.212
0.09
0.174
TSS
140
100
190
72
64
1.09
TDS
300
300
240
293.33
250
236
2
KIMIA
DO
4.92144
7.7923
9.43
8.61252
9.842
4.51132
BOD
2.4607
1.6405
5.74
6.56192
3.6902
3.28096
pH
8
8
7
7
7
8
NITRAT
0,0061134
O,003898
0,0085942
0,00443
0,0406
0,00278204
FOSFAT
0,04
0,74
0,12
0,12
0,16
0,116
3
BIOLOGI
KELIMPAHAN
904.425
904.425
904.425
904.425
776.092
904.425
KESERAGAMAN
4.562
0.97
0.97
0.954
0.99
0.878
KEANEKARAGAMAN
7.34
1.89
1.89
1.71
1.78
1.71
DOMINANSI
0.1372
0.137
0.137
0.183673
0.137
0.183673



4.3     Pembahasan
4.3.1 Parameter Fisika
a)        Suhu
            Berdasarkan hasil pengamatan selama praktikum menunjukkan adanya perbedaan suhu yang terjadi dari hulu (stasiun I) hingga hilir sungai (stasiun VI), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar Grafik 2. Menunjukkan bahwa suhu terendah yang terdapat pada air terjun moramo terdapat pada stasiun II yaitu 23°C dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun I 28°C. 
Gambar grafik 2. Nilai Suhu di Air Terjun Moramo
            Suhu merupakan salah satu parameter  fisika yang sangat dipengaruhi oleh kecerahan dan kedalaman air. Air yang dangkal dan daya tembus cahaya matahari yang tinggi dapat meningkatkan suhu perairan.  Berdasarkan hasil pengamatan pengukuran Suhu di perairan sungai Moramo hasil yang diperoleh dari kisaran 23oC - 38oC, Kisaran suhu ini masih berada dalam batas yang wajar dan tidak membahayakan bagi organisme yang hidup di dalamnya.  Hal ini didukung oleh pendapat Effendi (2000) bahwa suhu yang optimum bagi pertumbuhan ikan dan fitoplankton di perairan adalah 20-30oC. Kondisi suhu perairan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor alami yang meliputi radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam perairan dan faktor buatan yang menjadi sumber panas di perairan seperti polusi panas, yang menyebabkan pencemaran thermal dalam suatu perairan.
Suhu yang diperoleh dari hasil pengukuran yang paling tinggi yaitu 280C pada stasiun 1 sedangkan suhu terendah pada hasil pengamatan yaitu 23oC pada Stasiun 2. Suhu air dengan kisaran 20–300C merupakan suhu yang baik bagi organisme atau biota untuk hidup pada perairan tersebut. Jika suhu melewati ambang batas maka akan menyebabkan kematian pada biota di perairan tersebut. Ini sesuai dengan pernyataan (Binus, 2009 dalam Muh. Ashary 2011). Perubahan suhu juga dapat menyebapkan terjadinay surkulasi dan stratifikasi massa air dan hal itu dapat mempengaruhi distribusi. Ikan biasanya memilih suhu optimum untuk dapat hidup dengan baik.
Pengukuran suhu ini bertujuan untuk mengetahui fluktuasi suhu perairan di air terjun moramo. Suhu ini relative tinggi dalam perairan yang dapat mempengaruhi kandungan oksigen terlarut dalam perairan. Lingga (1995) mengatakan bahwa semakin tinggi suhu, semakin kurang kandungan oksigen terlarut. Setiap kenaikan suhu 1oC, membutuhkan kenaikan oksigen terlarut 10%.


b)       Kedalaman
Gambar grafik 3. Nilai Kedalaman Air Terjun Moramo
Kedalaman adalah suatu ukuran dimana jarak antara permukaan air dengan dasar perairan. Kedalaman air merupakan faktor fisik yang sangat penting karena  kedalaman perairan  mempengaruhi kehidupan organisme, sebab kedalaman air menentukan dapatnya suatu organisme khususnya plankton untuk melakukan fotosintesis. Semakin dalam suatu perairan maka semakin kecil cahaya yang dapat menembus kolom air karena perairan mempunyai batasan-batasan tertentu yang dapat ditembus oleh cahaya matahari.  Sehingga secara otomatis kedalaman akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu organisme dalam suatu perairan. Hal ini sesuai pernyataan Bahtiar (2005) dalam Rahmatiyah (2008) bahwa dengan bertambahnya kedalaman maka ketersediaan makanan menjadi faktor pembatas bagi fitoplankton yang menjadi makanan organisme (kerang) banyak tumbuh dekat permukaan air.  Kedalaman yang diperoleh dari hasil pengukuran yaitu 193 cm.
Hasil pengamatan kedalaman air tertinggi yakni diperoleh pada stasiun II  yang mencapai 193 cm, sedangkan kedalaman terendah diperoleh pada stasiun III yaitu 115 cm. Kondisi ini akan mempengaruhi terjadinya proses fotosintesis dalam perairan. Hal ini dikatakan pula oleh Odum (1994) bahwa kedalaman perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya yang diterima dari bagian permukaan. Semakin dalam suatu perairan maka semakin berkurang penetrasi cahaya yang diterima, apabila faktor lain tidak berpengaruh.
c)        Kecerahan
Grafik grafik 4. Nilai Kecerahan Perairan Air Terjun Moramo
Kecerahan menunjukkan intensitas cahaya yang masuk dalam suatu peraian atau sungai sehingga dapat mempengaruhi warna sungai atau perairan tersebut, dimana kecerahan akan mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan sehingga akan membatasi proses fotosintesis. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Effendi (2000) bahwa padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi nilai kekeruhan.  Kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa hanyut oleh aliran air pada saat hujan. 
Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan maka hasil yang di peroleh pada Stasiun I yaitu berkisar 1,44 cm, Stasiun II 11,41 cm, Stasiun III 10,81 cm, Stasiun IV 13,63 cm, Stasiun V 56 cm, dan pada Stasiun VI diperoleh hasil dari pengukuran yaitu 72 cm. Itu artinya kecerahan yang diperoleh hanya berjarak 110cm saja. Hal ini menunjukan bahwa perairan yang diukur memiliki tingkat kecerahan yang cukup. Kekeruhan suatu perairan disebabkan oleh partikel yang dapat mengendap dan partikel yang tersuspensi seperti bahan organik dan dasar dari perairan itu sendiri yang terdapat dalam jumlah yang banyak. Banyaknya partikel yang terlarut dan tersuspensi dalam suatu perairan, maka akan menghalangi masuknya cahaya matahari ke dalam perairan tersebut karena partikel-partikel tersebut memantulkan cahaya matahari. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Boyd dan Lichtkoppler, (1982) dalam Monoarfa, (2000) bahwa kecerahan perairan berhubungan langsung dengan bahan organik. Perairan menerima banyak bahan organik nabati dari lingkungannya dan biasanya menyebabkan perairan menjadi berwarna coklat gelap..
d)       Kecepatan Arus
            Arus merupakan faktor pembatas yang mempunyai peranan sangat penting dalam perairan, baik pada ekosistem mengalir (lotic) maupun ekosistem menggenang (lentic). Hal ini disebabkan karena adanya arus akan mempengaruhi distribusi organisme, gas-gas terlarut, dan mineral yang terdapat di dalam air.  Berdasarkan hasil pengamatan selama praktikum menunjukkan adanya perbedaan kecepatan arus pada setiap stasiun, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik 5.
Gambar grafik 5. Nilai Kecepatan Arus di Air Terjun Moramo
Kecepatan arus yang diperoleh dari pengamatan diperairan sungai Moramo pada Stasiun I dioperoleh 1,4 m/s, Stasiun II 0,1267 m/s, Stasiun III 0,5 m/s, Stasiun IV 0,212 m/s, Stasiun V 0,09 m/s, Dan Stasiun VI yakni 0,174 m/s. dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kecepatan arus yang deras terjadi pada stasiun I yakni mencapai 1,4 m/s. Nilai ini menggambarkan kondisi perairan di air terjun moramo cukup cepat.  Kondisi ini mempengaruhi komunitas organisme dalam perairan tersebut dan memungkinkan kurangnya organisme yang mampu hidup pada perairan tersebut dengan arus yang cepat atau deras. Hal ini sesuai dengan pernyataan Utomo, dkk., (1997) yang menyatakan bahwa kecepatan arus sangat penting pengaruhnya terhadap komunitas perairan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini karena kecepatan arus menentukan keadaan habitat alamiah dari perairan.
e)        TSS (Total Padatan Tersuspensi)        
                        Berdasarkan hasil pengamatan praktikum mengenai total padatan tersuspensi menunjukkan adanya perbedaan kandungan TSS pada setiap stasiun dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik 6 di bawah ini.
Gambar grafuk 6. Nilai Total Padatan Tersuspensi di Air Terjun Moramo
Diketahui padatan tersuspensi mempunyai peranan yang tinggi dalam suatu periaran untuk melakukan proses fotosintesis dan proses respirasi yang dilakukan oleh suatu organisme perairan dan keberadaan total padatan tersuspensi dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk kedalam badan air. menurut Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa nilai TSS antara 50-100 mg/l  dipengaruhi oleh banyaknya padatan tersuspensi yang dapat menyebabkan tingkat kesuburan perairan.
Pengamatan sampel TSS yang didapat pada praktikum di air terjun moramo dilakukan di uji Laboratorium. TSS menunjukan bahwa cahaya yang masuk diperairan cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Nybakken (1992)) dalam ( Anonim, 2011) bahwa padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan kekeruhan air juga semakin meningkat. peningkatan kandungan padatan tersuspensi dalam air dapat mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik, sehingga kedalaman perairan produktif menjadi turun.
Berdasarkan hasil pengamatan total padatan tersuspensi yang paling tinggi diperoleh pada stasiun III yaitu 190 mg/L dan terendah pada stasiun VI 1,09. ini menjukan bahwa cahaya yang masuk diperairan cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (2011) Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, dan kedua secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang dan akan berpengaruh pada pernapasan organisme yang ada di dalamnya.

f)         TDS (Total Padatan Terlarut)
Gambar grafik 7. Nilai Total Padatan Terlarut di Air Terjun Moramo
Hasil pengamatan  yang di peroleh pada pengukuran kandungan zat padat terlarut di perairan sungai moramo yaitu pada Stasiun I dan II terdapat nilai yang sama yaitu 300 ppm mg/l, pada Stasiun III diperoleh 240 ppm mg/l, Stasiun IV 293,33 ppm mg/l, Nilai 250 ppm mg/l di peroleh pada Stasiun V, dan pada Stasiun VI diperoleh 236 ppm mg/l. Hasil ini diperoleh setelah sampel air yang di ambil dipanaskan. Seperti dalam penyataan (Effendi, 2003) dalam( Sarira, 2005) yang mengatakan bahwa padatan total (residu) adalah bahan yang tersisa setelah bahan sampel mengalami eveorasi dan pengeringan pada suhu tertentu. 





4.3.2 Parameter Kimia
a)         DO (Oksigen Terlarut)
            Oksigen  terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam keberlangsungan hidup suatu organisme perairan.
Gambar grafik 8. Nilai Oksigen Terlarut di Air Terjun Moramo
Oksigen terlarut merupakan parameter kimia yang paling penting dalam kegiatan budidaya. Rendahnya kandungan oksigen terlarut dapat menyebabkan tingginya kematian pada suatu organisme, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ikan membutuhkan oksigen untuk kebutuhan respirasi di mana jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh organisme tergantung pada ukuran, jumlah makanan yang dikonsumsi, tingkat aktifitas dan suhu. Organisme dapat mencapai pertumbuhan yang baik, jika di pelihara pada kandungan oksigen terlarut yang optimal (Anonim, 2007).
Berdasarkan Gambar grafik pengamatan di atas diketahui bahwa kandungan oksigen terlarut dalam perairan yang paling tinngi yaitu 9,842 mg/l pada stasiun  V, sedangkan nilai kandungan DO yang paling rendah yaitu pada stasiun VI 4,51132. Kondisi ini sudah cukup baik untuk organisme akuatik yang menempatinya.  Sesuai dengan pernyataan  NTAC (1968) dan Pescod (1973) dalam Subroto (2007), suatu perairan yang tidak terdapat senyawa beracun memiliki kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/l. Kandungan oksigen terlarut tersebut cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Menurut Anonim (2007) bahwa oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari proses fotosintesis oleh fitoplakton atau tanaman air lainnya, difusi dari udara dan pergerakan air.
b)       BOD (Biochemical Oxygen Deman)
Gambar grafik 9. Nilai Oksigen Terlarut di Air Terjun Moramo
Hasil tertinggi yang diperoleh pada pengamatan BOD terdapat pada Stasiun IV yang mencapai 6,56192 mg/l, hasil yang terendah terdapat pada stasiun II mencapai 1,6405. Semakin besar nilai BOD pada suatu perairan, maka kemungkinan penguraian bahan organik akan semakin cepat dan berlangsung secara terus menerus. Hal ini sesuai degan pernyataan Linsley dkk (1985) bahwa pengujian BOD adalah pengujian yang paling umum dipergunakan di bidang pengolahan air limbah. Bila terdapat oksigen dalam jumlah yang cukup, maka pembusukan biologis secara aerobik dari limbah organik akan terus berlangsung sampai semua limbah terkonsumsi.
c)        Nitrat
Gambar grafik 10 . Nilai Nitrat pada stasiun I – VI
            Nitrat merupakan zat hara yang juga sangat penting bagi perairan dimana nitrat merupakan parameter yang menentukan tingkat kesuburan perairan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan kandungan Nitrat yang terendah terdapat pada stasiun VI 0,00278204, sedangkan yang tertinggi terdapat pada stasiun V 0,0406. Rendahnya kandungan nitrat menunjukkkan bahwa perairan ini masih bebas dari buangan sampah yang mengandung Nitrat sehingga tidak membahayakan bagi organisme yang ada di perairan tersebut. Keberadaan nitrat sama halnya dengan fosfat disuatu perairan, apabila dalam suatu perairan memiliki kandungan nitrat yang rendah maka akan mengurangi tingkat kesuburan suatu perairan dan sebaliknya. Apabila nitrat disuatu perairan kosentrasinya tinggi dapat menyebabkan blooming di perairan tersebut. Menurut Muchtar (1980) dalam Simanjuntak (1996), Nitrat pada kosentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas sehingga air akan mengalami kekurangan oksigen terlarut yang menyebabkan kematian organisme air.
d)       Fosfat
          Hasil pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada stasiun I memiliki kandungan Fosfat yang sangat rendah sedangkan pada stasiun II memiliki kandungan Fosfat yang tertinggi dari stasiun lainnya yaitu 0,74.  Rendahnya nilai fosfat yang terdapat pada stasiun ini menunjukan bahwa rendahnya zat hara pada stasiun/perairan ini. Hal ini dapat saja terjadi karena sungai merupakan perairan yang mengalir yang memiliki arus yang tinggi sehingga zat hara yang berada di di dasar perairan baik itu dari dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa organik yang berasal dari jasad flora dan fauna yang mati dapat terbawa oleh arus air yang cepat.
Gambar grafiki 11. Nilai Fosfat pada Stasiun I - VI
          Rendahnya nilai fosfat pada stasiun ini juga menunjukkan bahwa perairan tersebut tidak tercemar. Sebaliknya pada stasiun II perairannya tercemar oleh bahan-bahan organik yang berasal dari sampah anorganik dan organik yang berasal dari limbah masyarakat yang berkunjung ke Air Terjun Moramo. Menurut Ulqodry (2010) senyawa nitrat dan fospat secara alamiah berasal dari perairan itu sendiri melalui proses-proses penguraian pelapukan atau dekomposisi tumbuhan-tumbuhan yang dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara. Selain berpengaruh terhadap kualitas perairan, kandungan fosfat juga berpengaruh terhadap organisme yang hidup diperairan tersebut tersebut, dikarenakan fosfat merupakan zat hara yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme seperti Fitoplankton.


e)        Derajat Keasaman (pH)           
             Hasil pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan menunjukan nilai pH yang terdapat pada setiap stasiun hampir sama. Berdasarkan gambar grafik 12 berikut menunjukan bahwa pH terendah terdapat pada stasiun III, IV dan V yaitu 7 sedangkan pH tertinggi yang terdapat pada Air Terjun Moramo terdapat pada stasiun I, II, dan IV yang berkisar 8.
Gambar grafik 12. Nilai pH di Air Terjun Moramo
          Nilai derajat keasaman (pH) pada setiap stasiun masih dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fardiaz (1995), bahwa nilai pH air normal umumnya antara 6 sampai 8. Pada stasiun III, IV dan V, perairannya dapat dikatakan sebagai perairan yang memiliki nilai pH netral. Sedangkan pada stasiun I, II, dan VI, perairannya dikategorikan sebagai perairan yang bersifat Basa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003), bahwa perairan dengan nilai PH=7 adalah netral sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa . Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion h+ terlarut dan ion- terlarut berada dalam jumlah yang sama atau setimbang. Ini menandakan bahwa air terjun Moramo masih memiliki kualitas air yang baik. Adapun Faktor yang menyebabkan naiknya kebasaan air yaitu karena adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida sedangkan faktor yang menyebabkan keasaman suatu perairan yaitu adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat.



4.3.3 Parameter Biologi
a)        Plankton
Plankton adalah tumbuhan (fitoplankton) atau hewan (zooplankton) renik air tawar atau air laut yang posisi dan pesebarannya bergantung yang, ditentukan oleh gerakan air atau arus air serta masa udara disekitarnya, meskipun mampu untuk bergerak sendiri secara terbatas hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (2011). Bentuk tubuh plankton yang umumnya mikroskopik dan tidak atau hanya mempunyai daya renang yang lemah sehingga mudah terbawa oleh arus yang sekecil apapun.
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan menunjukkan adanya perbedaan kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi pada setiap stasiun yang dapat dilihat pada gambar 11 - 14.
          Kelimpahan plankton yang terendah yaitu pada stasiun V sebesar 776,092 individu/liter sedangkan kelimpahan plankton yang tertinggi yaitu terdapat pada stasiun IV sebesar 1064,02 indivudi/liter.
Gambar grafik 13. Nilai Kelimpahan Plankton di Air Terjun Moramo

Perbedaan kelimpahan plankton pada setiap stasiun dipengaruhi oleh unsur hara yang terdapat pada perairan tersebut yaitu nitrat dan fospat. Apabila nitrat dan fospat berada dalam jumlah yang dibutuhkan oleh plankton semakin meningkat dan sebaliknya apabila nitrat dan fospat dalam perairan kurang maka pertumbuhan plankton tidak terjadi secara maksimal. Menurut Yuliana (2006), faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton saling berinteraksi antara factor fisika-kimia perairan seperti intensitas cahaya, oksigen terlarut, suhu, kedalaman perairan dan ketersediaan unsur hara. Di perkut lagi oleh (Nontji ,2005) Bahwa Kelimpahan plankton secara terus-menerus berubah pada berbagai tingkatan (skala) sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan, baik yang ada di suatu perairan mempunyai penyebaran dan aktivitas yang berbeda. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor fisik dan kimiawi perairan.
Berikut adalah gambar grafik 14 - 16 dari hasil beberapa pengamatan yang dilakukan, diantaranya yaitu pengamatan keanekaragaman, keseragaman, dan grafik dominasi.

Grafik grafik 14. Nilai Keanekaragaman Plankton di Air Terjun Moramo

Gambar grafik 15. Nilai Keseragaman Plankton di Air Terjun Moramo

Grafik 16. Nilai Dominansi Plankton di Air Terjun Moramo

Dari hasil pengamatan yang dilakukan , menunjukan bahwa jenis plankton yang didapatkan beberapa pengamatan diantaranya yaitu Oscillatoria tenais, Oscillatoria curviceas, Synedra ulna, Oscillatoria agarchii, Nitzchia spectabilis dan mellosira halica. Plankton ini termasuk dalam golongan fitoplankton.
Pada pengamatan Keanekaragaman plankton hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar grafik 14, bahwa keanekaragaman fitoplankton yang terendah terdapat pada stasiun IV dan VI yang mempunyai nilai hasil yang sama yaitu 1,71, sedangkan keanekaragaman yang tertinggi terdapata pada stasiun I.
Nilai keseragaman yang paling tinggi berkisar 4,562 pada Stasiun I, dan nilai yang terendah pada pengamatan ini terdapat pada Stasiun VI yaitu 0,878. Pada pegamatan Dominasi nilai yang terendah diperoleh pada stasiun II, III, dan stasiun V yang masing-masing mempunyai nilai hasil yang sama yaitu 0,137, Sedangkan nilai yang tertinggi diperoleh pada stasiun IV dan IV dengan nilai yang sama juga yaitu 0,183673. Selainnya pada Stasiun I nilai yang didapatkan yaitu 0,1372.


V.                Penutup
5.1    Kesimpulan
            dari hasil pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1.        Suhu merupakan salah satu parameter  fisika yang sangat dipengaruhi oleh kecerahan dan kedalaman air. hasil yang diperoleh dari pengamatan bahwa suhu terendah yang terdapat pada air terjun moramo terdapat pada stasiun II yaitu 23°C dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun I 28°C.
2.        Semakin dalam suatu perairan maka semakin kecil cahaya yang dapat menembus kolom air karena perairan mempunyai batasan-batasan tertentu yang dapat ditembus oleh cahaya matahari. Hasil pengamatan kedalaman air tertinggi yakni diperoleh pada stasiun II  yang mencapai 193 cm, sedangkan kedalaman terendah diperoleh pada stasiun III yaitu 115 cm.
3.        Kecerahan menunjukkan intensitas cahaya yang masuk dalam suatu peraian atau sungai sehingga dapat mempengaruhi warna sungai atau perairan tersebut, dimana kecerahan akan mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan sehingga akan membatasi proses fotosintesis.
4.        Kecepatan arus yang diperoleh dari pengamatan diperairan sungai Moramo pada Stasiun I dioperoleh 1,4 m/s, Stasiun II 0,1267 m/s, Stasiun III 0,5 m/s, Stasiun IV 0,212 m/s, Stasiun V 0,09 m/s, Dan Stasiun VI yakni 0,174 m/s.
5.2    Saran
            Saran yang dapat saya ajukan yaitu agar lebih kerja sama ditingkatkan lagi dalam praktek berlangsung.